v Pencemaran Laut
Menurut hasil
yang dicapai dalam seminar laut nasional menyebutkan fungsi laut bagi bangsa
Indonesia antara lain :
1) Sebagai media transportasi dan komunikasi,
2) Sebagai
sumber mineral dan hasil-hasil tambangnya,
3) Sebagai
sumberdaya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber protein konsumtif
disamping sumber protein hewani yang berasal dari ternak potong dan protein
nabati,
4) Sebagai
media pertahanan dan keamanan nasional,
5) Sebagai
media olahraga dan sarana pariwisata yang dapat menghasilkan devisa negara dan
6) Sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
Adanya fungsi
tersebut menjadikan kehidupan manusia di bumi ini sangat tergantung pada
lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan hidup biota yang hidup
didalamnya.Dengan demikian laut seakan-akan sebagai sabuk pengaman kehidupan
manusia di muka bumi ini (Wibisono, 2005).
Pencemaran laut
dapat didefinisikan sebagai dampak negative (pengaruh yang membahayakan)
terhadap kehidupan biota, sumberdaya, dan kenyamanan ekosistem laut serta
kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut yang disebabkan
secara langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan limpah
(termasuk energy) ke dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri,
2004).
Pencemaran laut
telah menjadi suatu masalah yang perlu ditangani secara sungguh-sungguh.Hal ini
berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan manusia dalam usaha memenuhi
kebutuhan hidup.Disamping menghasilkan produk-produk yang diperlukan bagi kehidupan,
kegiatan manusia dapat menghasilkan pula produk sisa (limbah) yang dapat
menjadi bahan pencemar (polutan). Cepat atau lambat polutan itu sebagian akan
sampai ke laut karena laut menerima zat-zat pencemar baik berupa zat padat
maupun cair terutama yang dibawa-bawa oleh sungai sebagai tempat yang mudah
untuk membuang limbah yang bermuara ke laut. Hal ini perlu dicegah atau
setidaknya dibatasi hingga sekecil mungkin (Hayati, 2009).
v Parameter Perairan
Parameter yang mempengaruhi kualitas perairan antara lain suhu,
BOD, DO, salinitas, kekeruhan, pH, TSS, Coliform, kandungan fosfor dan
nitrogen, serta kandungan Cu, Fe dan Pb.
·
Suhu
Hardjojo dan
Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa suhu air normal adalah suhu air yang
memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembangbiak. Suhu
merupakan faktor fisik yang sangat penting di air, karena bersama-sama dengan
zat/unsur yang terkandung didalamnya akan menentukan massa jenis air, dan
bersama-sama dengan tekanan dapat digunakan untuk menentukan densitas air.
Selanjutnya, densitas air dapat digunakan untuk menentukan kejenuhan air.Suhu
air sangat bergantung pada tempat dimana air tersebut berada. Kenaikan suhu air
di badan air penerima, saluran air, sungai, danau dan lain sebagainya akan
menimbulkan akibat sebagai berikut: 1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air
menurun; 2) Kecepatan reaksi kimia meningkat; 3) Kehidupan ikan dan hewan air
lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, maka akan
menyebabkan ikan dan hewan air lainnya mati.
Suhu dapat
mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia
enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum
fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah
struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi
fitoplankton (Tomascik et al., 1997).
Pengaruh suhu
secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi
suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan
seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air,
bentuk dan ukuran suatu perairan. Suhu air yang layak untuk budidaya ikan laut
adalah 27 – 32 0C (Mayunar et al., 1995; Sumaryanto et al., 2001).
Kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan
pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun
suatu polutan terhadap organisme perairan (Brown dan Gratzek, 1980).
Selanjutnya Kinne (1972) menyatakan bahwa suhu air berkisar antara 35 – 40 0C
merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.
Di Indonesia,
suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,20C
sampai 34,6 0C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0C
sampai 30 0C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian
tempat dari atas permukaan laut.Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah
dibanding suhu udara disekitarnya. Secara umum, suhu air di perairan Indonesia
sangat mendukung bagi pengembangan budidaya perikanan (BPS, 2003; Cholik etal.,
2005).
·
BOD
BOD
(Biochemical Oxygen Demand) atau kebutuhan oksigen menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air.Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan
dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan
bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen tinggi. Konsumsi oksigen dapat
diketahui dengan mengoksidasi air pada suhu 20 0C selama 5 hari, dan
nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui
dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah
inkubasi (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Menurut
Hardjojo dan Djokosetiyanto (2005) menyatakan bahwa dalam uji BOD mempunyai
beberapa kelemahan, diantaranya adalah: 1) Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen
yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya
yang disebut juga intermediate oxygen demand; 2) Uji BOD memerlukan
waktu yang cukup lama yaitu minimal lima hari; 3) Uji BOD yang dilakukan selama
5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira
68 % dari total BOD; 4) Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat
didalam air tersebut, misalkan adanya germisida seperti chlorine yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik,
sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.
BOD menunjukkan
jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang
terdapat pada botol BOD yang diinkubasi pada suhu sekitar 200C
selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya (Boyd, 1982). Berikut akan disajikan
derajat pencemaran suatu badan perairan yang dilihat berdasarkan nilai BOD5
(Tabel 1).
Tabel 1.
Derajat Pencemaran Berdasarkan Nilai BOD5
Kisaran
BOD5(mg/l)
|
Kriteria
Kualitas Perairan
|
≤ 2,9
3,0
– 5,0
5,1
– 14,9
≥15,0
|
Tidak
tercemar
Tercemar
ringan
Tercemar
sedang
Tercemar
berat
|
Sumber: Lee
(1987) dalam Sukardiono (1987).
Tabel 1
menyajikan tingkat pencemaran di badan perairan berdasarkan nilai BOD. Kriteria
ini merupakan kriteria untuk biota-biota laut.
·
Oksigen
Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Oksigen
terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul
oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam
mg/l (ppm) (Darsono, 1992).Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam
air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable.Dalam air yang kotor
selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan
menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya.
Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi
persenyawaan sulfat.Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang
jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob
(Darsono, 1992).
Oksigen larut
dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi.Pada tekanan tertentu,
kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor lain yang
mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas permukaan air terbuka
bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di sekeliling perairan
dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian tempat dan
plankton yang terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen terlarut akan
turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan
daya larutnya dalam air tawar.Daya larut O2 dalam air limbah kurang
dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).
Terbatasnya
kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air untuk membersihkan
dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air limbah untuk
mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran.Oksidasi biologis meningkat bersama
meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga meningkat
(Mahida, 1986).
Ibrahim (1982)
menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm.Kadar
oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20 ppm. Besarnya kadar oksigen
di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam
air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di
dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO
dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena
itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan
(Setiaji, 1995).
·
Salinitas
Salinitas
merupakan garam-garam terlarut yang dapat berpengaruh terhadap pengaturan
osmosis pada tumbuhan dan hewan, dan zat-zat hara yang terkandung didalamnya
mempengaruhi sifat komunitas jazad tersebut. Menurut Nybakken (1992), fluktuasi
salinitas dapat disebabkan oleh adanya gradien salinitas pada saat tertentu
yang polanya bervariasi bergantung pada topografi estuaria, musim, pasang surut
dan jumlah air tawar.
Menurut
Romimohtarto dan Thayib (1982) dalam Edward dan Tarigan (2003), salinitas di
perairan Indonesia umumnya berkisar antara 30-35 ppt. Untuk daerah pesisir
salinitas berkisar antara 32-34 ppt, sedangkan untuk laut terbuka umumnya
salinitas berkisar antara 33-37 ppt dengan rata-rata 35 ppt. Salinitas ini juga
masih baik untuk kehidupan organisme laut, khususnya ikan.
·
Kekeruhan
Mahida (1986)
mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang
disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.Kekeruhan perairan umumnya disebabkan
oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan
organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.
Kekeruhan
merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga
menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari
untuk fotosintesa.Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak
partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan
kotor.
Tingkat
kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari,
semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke
dalam air. Pengaruh tingkat pencahayaan matahari sangat besar pada metabolisme
makhluk hidup dalam air, jika cahaya matahari yang masuk berkurang maka makhluk
hidup dalam air terganggu, khususnya makhluk hidup pada kedalaman air tertentu,
demikian pula sebaliknya (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005; Alaerts dan
Santika, 1987).
·
Derajat
Keasaman (pH)
pH merupakan suatu
pernyataan dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air,
besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. Besaran pH
berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang
masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH = 7
disebut sebagai netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto, 2005).
Perairan dengan
pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian
makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang
dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut
maupun pesisir memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang
sempit, biasanya berkisar antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam
karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982; Nybakken, 1992).
Pescod (1973)
menyatakan bahwa toleransi untuk kehidupan akuatik terhadap pH bergantung
kepada banyak faktor meliputi suhu, konsentrasi oksigen terlarut, adanya
variasi bermcam-macam anion dan kation, jenis dan daur hidup biota. Perairan
basa (7 – 9) merupakan perairan yang produktif dan berperan mendorong proses
perubahan bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat
diassimilasi oleh fotoplankton (Suseno, 1974). pH air yang tidak optimal
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan ikan, menyebabkan tidak
efektifnya pemupukan air di kolam dan meningkatkan daya racun hasil metabolisme
seperti NH3 dan H2S. pH air berfluktuasi mengikuti kadar
CO2 terlarut dan memiliki pola hubungan terbalik, semakin tinggi
kandungan CO2 perairan, maka pH akan menurun dan demikian pula
sebaliknya. Fluktuasi ini akan berkurang apabila air mengandung garam CaCO3
(Cholik et al., 2005).
·
TSS (Total
Padatan Tersuspensi)
Padatan
tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan
tidak dapat mengendap langsung yang terdiri dari partikel-partikel yang ukuran
maupun beratnya lebih kecil daripada sediment, seperti tanah liat, bahan organik
tertentu, sel-sel mikroorganisme dan lain sebagainya (Hardjojo dan
Djokosetiyanto, 2005). Padatan tersuspensi dan kekeruhan memiliki korelasi
positif yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka semakin tinggi pula
nilai kekeruhan.Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti
dengan tingginya kekeruhan.Air laut memiliki nilai padatan terlarut yang
tinggi, tetapi tidak berarti kekeruhannya tinggi pula (Effendi, 2003).Padatan
tersuspensi perairan yang baik untuk biota laut adalah 20 – 80 mg/l (KLH,
2004).
Padatan
tersuspensi menciptakan resiko tinggi terhadap kehidupan dalam air pada aliran
air yang menerima tailings di kawasan dataran rendah. Dalam daftar
berikut ini, dapat dilihat bahwa padatan tersuspensi dalam jumlah yang berlebih
(diukur sebagai total suspended solids – TSS) memiliki dampak langsung
yang berbahaya terhadap kehidupan dan bisa mengakibatkan kerusakan ekologis
yang signifikan melalui beberapa mekanisme berikut ini: 1) Abrasi langsung
terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan air; 2)
Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan lainnya; 3) Menghambat
tumbuhnya/smotheringtelur atau kurangnya asupan oksigen karena terlapisi
oleh padatan; 4) Gangguan terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa
dan menyeleksi makanan (terutama bagi predation dan filter feeding;
5) Gangguan terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena
padatan menghalangi sinar yang masuk; 6) Perubahan integritas habitat akibat
perubahan ukuran partikel.
·
Coliform
Bakteri yang
umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia
coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup
normal di dalam kotoran manusia dan hewan sehingga disebut juga Faecal
coliform.Faecal coliform adalah anggota dari coliform yang
mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan bagian yang paling
dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003).
Alaerts dan
Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan bakteri
petunjuk adanya pencemaran tinja yang
paling efisien, karena Faecal coliform hanya dan selalu terdapat
dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat
dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai
sumber air minum.Bakteri coliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman
mati disebut dengan coliform non fecal.
·
Fosfor
Keberadaan
fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam
pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berguna di
dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP)
dan adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982).
Menurut
Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari
deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan
pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis.Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat
dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam
air.Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam
sungai melalui drainase dan aliran air hujan.Polifosfat dapat memasuki
sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan detergen
yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan
sebagainya.Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa
makanan.
Menurut Boyd
(1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum adalah
0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan
alami umumnya berkisar antara 0,005-0,02
ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm,
tergolong perairan yang eutrof.
·
Nitrogen
Nitrogen
merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses
pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan
protein. Diperairan nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk amonia, amonium,
nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen organik lainnya.Pada umumnya
nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO3 – N)
dan amonia (NH3 – N).Fitoplankton lebih banyak menyerap NH3
– N dibandingkan dengan NO3 – N karena lebih banyak dijumpai
diperairan baik dala kondisi aerobik maupun anaerobik.Senyawa-senyawa nitrogen
ini sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan
oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak (NH3) dan saat kandungan
oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (NO3-)
(Welch, 1980).
Senyawa
ammonia, nitrit, nitrat dan bentuk senyawa lainnya berasal dari limbah
pertanian, pemukiman dan industri. Secara alami senyawa ammonia di perairan
berasal dari hasil metabolisme hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik
oleh bakteri. Jika kadar ammonia di perairan terdapat dalam jumlah yang terlalu
tinggi (lebih besar dari 1,1 mg/l pada suhu 25 0C dan pH 7,5) dapat
diduga adanya pencemaran (Alaerst dan Sartika, 1987). Sumber ammonia di
perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan
nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, juga berasal dari
dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang
dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah ammonifikasi
(Effendi, 2003).
Nitrit (NO2)
biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya
lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat
oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta
antara nitrat dan gas nitrogen yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan
denitrifikasi (Effendi, 2003). Nitrat (NO3) adalah bentuk nitrogen
utama di perairan alami.Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang
penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan.Konsentrasi nitrat yang tinggi
di perairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan
apabila didukung oleh ketersediaan nutrient (Alaerst dan Sartika, 1987).
·
Kandungan Logam
Cu, Fe, dan Pb
a.
Tembaga (Cu)
Berdasarkan kepentingan biota perairan, Cu termasuk kedalam
kelompok logam esensial, dimana dalam kadar yang rendah dibutuhkan oleh
organisme sebagai koenzim dalam proses metabolism tubuh, sifat racunnya baru
muncul dalam kadar yang tinggi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan
Cu dalam badan perairan dimana ia hidup. Konsentrasi Cu terlarut dalam air laut
sebesar 0,01 ppm dapat mengakibatkan kematian fitoplankton, kematian tersebut
disebabkan daya racun Cu telah menghambat aktivitas enzim dalam pembelahan sel
fitoplankton. Kadar Cu sebesar 2,5-3,0 ppm dalam badan perairan telah dapat
membunuh ikan-ikan (Bryan, 1976).
b.
Besi (Fe)
Dilihat dari kepentingan biota perairan, tampaknya Fe bukanlah
merupakan logam yang berbahaya, sehingga KEPMENLH (2004) tidak memberikan NAB.
Sebagai logam esensial Fe antara lain berfungsi dalam enzin terrodoksin,
suksinat dehydrogenase, perokdase, katalase, aldehid oksidase, dan sitokrom
(Johnston, 1976).
c.
Timbal (Pb)
Untuk kepentingan biota perairan, kadar Pb sebesar 0,1-0,2 ppm atau
100-200 ppb telah dapat menyebabkan keracunan pada jenis ikan tertentu (Rodier dalam
Thamzil et al., 1980), dan pada kadar 188 ppm dapat membunuh
ikan-ikan (Palar, 1994). Kontaminasi oleh Pb terhadap perairan dapat
menyebabkan akumulasi baik pada tubuh biota yang ada di perairan dan akan
berbahaya pula bagi manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.
·
Baku Mutu
Lingkungan Hidup
Baku mutu
lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup,
zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup
(Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan baku mutu air adalah
ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada atau
harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air .
Air merupakan
komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan
manusia serta makhluk hidup lainnya, sehingga dipandang perlu untuk melakukan
upaya-upaya melestarikan fungsi air. Upaya yang dilakukan adalah dengan
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana
dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta
keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya
pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjaga agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai
dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air
serta pemulihan kualitas air (Pemerintah Republik Indonesia, 2001).
·
Daya Dukung
Lingkungan
Purnomo (1997)
menyatakan bahwa daya dukung lingkungan perairan adalah suatu yang berhubungan
erat dengan produktivitas perairan, sebagai nilai mutu lingkungan yang
ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan
biologi) dalam suatu kesatuan ekosistem. Daya dukung (carrying capacity)
merupakan areal dimana populasi organisme akuatik akan ditunjang oleh kawasan
atau volume perairan tanpa mengalami penurunan mutu atau deteriorasi (Turner,
1998). Kenchington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya dukung sebagai suatu
kuantitas maksimum ikan yang didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu
yang panjang.Poernomo (1992) menyatakan bahwa daya dukung dinyatakan sebagai
pemanfaatan maksimum suatu kawasan atau suatu ekosistem baik berupa jumlah
maupun kegiatan yang ada di dalamnya.Daya dukung ekonomi merupakan tingkat
skala usaha dalam pemanfaatan sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi
maksimum secara berkelanjutan.
Prasetyawati
(2001) menyatakan daya dukung lahan pesisir ditentukan oleh mutu dan sumber air
(asin dan tawar), arus dan pasang surut (hidro-oceanografi), topografi,
klimatologi daerah pesisir dan hulu.Menurut Scone dalam Prasetyawati (2001)
daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum organisme dalam suatu lahan yang
dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan maupun
terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irreversible).Hal ini
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, CO2 dan
parameter kualitas air lainnya.
Daya dukung
lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas assimilasi dari lingkungan
yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa
menyebabkan polusi. Kemampuan assimilasi merupakan ukuran kemampuan air atau
sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya
penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukkannya (UNEP, 1993).
Penjelasan tersebut apabila diterapkan sebagai daya dukung lingkungan pesisir
menjadi kemampuan badan air atau peraian di kawasan pesisir dalam menerima
limbah organik, termasuk didalamnya adalah kemampuan mendaur ulang atau
mengassimilasi limbah tersebut sehingga tidak mencemari lingkungan perairan yang
berakibat pada terganggunya keseimbangan ekologis suatu perairan (Widigdo,
2000).
Materi
Dewi Sri Kurnia
Jurusan Ilmu Kelautan 2013
Universitas Hasanuddin
No comments:
Post a Comment